Selasa, 27 Maret 2012

Menentukan Jenis Ternak & Biaya Pakan , Jebakan Rambo Ke-2 dlm Belajar "Mensiasati Politik Ber-Dagang Sapi..."

Sebagai mahluk hidup, sebenarnya semua ciptaan Allah sudah dibekali dengan kemampuan mencari makan.. jadi mustinya kita pun tidak usah repot-repot memikirkan masalah pakan dalam berkandang ini.. sayangnya.. faktor lokasi, keamanan, dan target penjualan kadang menjadi faktor yang memaksa kita terjebak dalam masalah biaya pakan.... dimana kalo dari itungan analisa ekonomi, masalah pakan ini katanya menjadi unsur biaya produksi juga, .. jadi otomatis tidak bisa disepelekan besar kecilnya.. begitu pula dengan jenis ternak yg akan kita pilih....


STUDI KASUS KANDANG CILEUNYI - 
Salah Pilih Jenis Ternak:
 

Ini adalah kasus Jebakan Rambo yang mungkin bisa anda alami juga sebagai orang yang baru mengenal dunia kandang.. kasus nya begini.. : Dengan semangat membara untuk merubah quadran hidup .. saya nekad membuat kandang di suatu lokasi yang seadanya.. #asal ada lahan kosong buat kandang .. #asal ada orang yang berminat buat paroan.. dan #asal yg punya lahan ngijinin... maka IDE BESAR perubahan quadran hidup ini harus MAJU TERUS MEMBABI BUTA...

Analisa kelayakan proyek kandang pun alakadar-nya, hanya berbekal informasi bahwa Orang yang jagain tanah mertua itu pernah punya kandang domba, jadi kalo saya "tawarin setengah maksa" mereka akan menyambut usulan paroan ternak saya.. singkat cerita,   mereka menyodorkan salah satu anaknya buat jadi pemelihara kelak... tanpa melakukan serangkaian fit & profer test (karena saya juga ga ngerti berkandang... ngapain pake test segala).. saya langsung jor-joran bikin kandang dan infrastruktur: pasang PLN, bikin sumur bor jetpump dll.. uang senilai 15 Dinar saya habiskan untuk Proyek dadakan ini melalui strategi TRILOGI INVESTASI, yaitu "NGUTANG SANA SINI - BELI EMAS DAN DIGADAIKAN-HASIL GADAI EMAS BIKIN KANDANG"...

Sampai tibalah saatnya mendatangkan kelompok domba-domba ke kandang Cileunyi.. mula-mula via googling kemana harus beli bakalan, jatuhlah pilihan nyari indukan bunting ke VILLA DOMBA di daerah CANGKUANG, SOREANG. 3 Domba betina bunting seharga Rp1,25jt/ekor dijadikan modal awal pengisian kandang... alhamdulillah, dari 3 ekor domba betina tersebut masing-masing beranak 3+2+2 alias 7 ekor..namun beberapa mati karena kurang nyusu dari induknya plus kurang doping fulus dari yg punya ide paroan tersebut buat sang pemelihara.... anakan yang hidup tinggal 2+1+1.. Alhamdulillah.. saat  ini menjelang 1 tahun berkandang, domba nya GA MATI SEMUA.... 

Kloter ke-2, Pengadaan 4 ekor Kambing didatangkan dari Babakan Asem, Sumedang dgn bantuan pa Kosim Ahmadi S.P. sebanyak 2 kambing betina, 1 kambing jantan dan 1  kambing anakan menjadi cikal bakal  saya mulai mengenal perbedaan bau domba dan bau kambing.  Kelompok ke-3 adalah 4 ekor Domba Kacang kiriman pa Kosim juga.. Jadi total dana Rp 7,65jt saya dapatkan 11 ekor (4 kambing, 4 domba kacang dan 3 domba garut betina)

Nah Masalah muncul, setelah pihak pemelihara keberatan jika yang datang domba kacang, dengan alasan diberi rumput banyak pun ga akan bisa gede...belakangan baru saya ketahui bahwa ternyata masing-masing jenis hewan ruminansia itu ada ciri khas dan karakternya masing-masing, khususnya kemampuan pertumbuhan harian dan adaptasi lingkungannya..   walhasil setelah adanya masukan tersebut,. STUPID COST mulai menjebak saya karena harus keluar dana lagi sebesar Rp 700rb untuk TUKAR GULING dengan DOMBA GARUT dari H.Syarif sang bandar Domba di daerah Galumpit Cileunyi sesuai saran sang pemelihara di cileunyi tsb.. Mau Gimana lagi.. nasi sudah jadi bubur, harus tetap  bisa jadi bubur special jadinya ni proyek.. 

 Dengan Kambing-Domba yang jumlahnya  sama 11 ekor, saya harus keluar uang Ekstra Rp 700rb karena salah merencanakan ternak..


Salah Pilih Mekanisme Biaya Pakan:
Berdasarkan referensi buku ternak, di katakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik 30% dan lingkungan 70% (pakan, teknik pemeliharaan, kesehatan dan iklim). aspek lingkungan  sendiri ternyata 60% dipengaruhi oleh pakan.. walhasil, banyak peternak yang merugi akibat salah perhitungan dalam masalah biaya pakan ini..

Dalam urusan pakan ini, kembali studi kasus kandang cileunyi patut disimak.. dengan tujuan awal yang mulia untuk memberikan modal  ternak kepada pemelihara tanah mertua melalui konsep paroan ternak, ternyata niat mulia plus dana yang habis 15 dinar pun tetap tidak akan nyambung dengan frekuensi mereka yang memang lebih mengharapkan "cash saat ini"., bukan "future cash" yang datang dari prospek masa depan dari bisnis ternak yg kita jadikan modal paroan... artinya bagi mereka : Kemarin adalah Masa Lalu, yang pasti adalah HARI INI... ESOK dan Masa depan hanyalah KETIDAKPASTIAN.. 

Jadi untuk 11 ekor ternak di cileunyi tersebut, yang tadinya settingan awal saya cukup keluar modal Rp7-8jt untuk bakalan, ternyata yang miara MENOLAK KONSEP PAROAN karena kebutuhan pakan untuk 11 ekor hewan ruminansia tersebut bisa menghabiskan 2-3 karung rumput sehingga membuat yg suka nyari rumputnya kewalahan dan kecapean akibat fisiknya sering kurang fit (karena dulu pernah kecelakaan ternyata..hiks, en saya ga ngetest riwayat medikalnya dulu nih..) Ujung-ujungnya adalah mereka usul ada semacam biaya upah ngarit harian sebesar Rp10rb/karung.. tinggal hitung saja, jika sehari 3 karung.. berarti sebulan adalah 3x Rp10rbx30 hari.... Whaaatsssssss??? sekitar Rp 1 juta sebulan buat upah ngarit dalam suatu konsep pemberdayaan via bagi hasil ternak yang saya cita citakan ??? 

Dengan terpaksa saya nyatakan KANDANG CILEUNYI harus di END of STORY... alias relokasi total ke Babakan Asem.... Mirip kaya minum Jamu Godong Tela.. pengalaman yg  PAHIT tapi Menyehatkan..


Sudah habis dana untuk infrastruktur dan pembelian bakalan yang lumayan... akhirnya malah Relokasi .....

Inilah jebakan-jebakan dalam berkandang.. ternyata tidak semua orang faham tujuan dimodalin  buat bagi hasil ternak.... Hiks... (jangan-jangan ini jebakan rambo juga dalam aspek kita milih SDM  ternak ya..??)

 

Cerita di atas terkait dengan kambing-domba, bagaimana halnya dgn persapian?? kayanya sih sama juga.. salah milih sapi lokal walaupun dikasih konsentrat semahal apapun akan mentok ga gendut-gendut karena AVG nya rendah.. begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan pakan hijauan, antara nyari rumput pake truk yg ngabisin solar dengan tinggal ngarit dari LAHAN RUMPUT GAJAH SENDIRI tentunya akan berbeda costing nya.. itulah sebabnya mengapa PeternakanSaKaDo perlu diarahkan menjadi proyek keroyokan.. agar masing-masing pemilik sapinya juga menyiapkan lahan hijauan yang saat ini masih banyak "ditelantarkan" warga...  

Caranya?? beli kavling warga yg ditelantarkan, tanamin POHON JABON dll, disela-sela kebun jabon ditanamin rumput gajah, tanam jagung, tanam singkong, tanam juga pohon ALFAAFA .. maka sulaplah eks hutan jati rakyat itu ranch TERNAK ORGANIK . Swasembada sapi dgn biaya yang  lebih ekonomis pun bisa tercapai...siapa tau strategi ini bisa menjawab pertanyaan tajuk bisnis indonesia di atas.. !!!  Aminnnn






Tidak ada komentar:

Posting Komentar