Rabu, 25 April 2012

SAPI "KAMPER" vs "Point of Interconnection" Sang Jagal ...

"Kamper adalah zat kristal (hablur) yang mudah menguap, terbuat dari getah pohon kapur barus, digunakan sebagai bahan antihama atau untuk campuran obat-obatan (kapur barus)"
Ini adalah kisah menarik dari pengalaman sesama peserta SaKaDo_Academy di SENTRAL-5 yang bulan lalu mencoba melakukan pengiriman 8 ekor sapi ke RPH Kalimalang-Jakarta dan sampai tulisan ini dibuat sapinya belum dipotong juga. Ceritanya sebelum sapi naik ke atas Truk jurusan Jakarta, mereka wajib melewati TIMBANGAN DIGITAL sebagai kontrol bobot terakhir.. katakanlah rata-rata jatuhnya per ekor jadi 350kg. Nah yang jadi masalah ternyata begitu tiba di RPH Jakarta dan dilakukan penimbangan ulang (tentu ALAT TIMBANG DIGITAL nya versi Jakarta), ternyata rata-rata sapi mengalami penyusutan bobot 20-30kg/ekor.... inilah asal muasal kisah si "SAPI KAMPER"... sapi yang bobot nya menguap selama perjalanan...

Resiko menyusutnya bobot ternak ruminansia dalam perjalanan merupakan salah satu JEBAKAN RAMBO yang harus diperhitungkan dengan matang, tidak heran bagi beberapa pihak, untuk mensiasati "sublimasi" bobot yang hilang di jalan dikenal istilah  "SAPI GLONGLONGAN" agar bobot saat daging dijual bertambah banyak (karena ditambah kandungan air... )
"Daging sapi glonggongan adalah daging yang di peroleh dari sapi yang sebelum disembelih di beri minum air sebanyak-2 nya, secara paksa dengan maksud menambah bobot daging sapi tersebut, sehingga dengan hal ini otomatis akan menambah keuntungan dari si penjual "
Ternyata, faktor jarak tempuh dari kandang asal ke kota tujuan alias TITIK INTERKONEKSI kandang vs LOKASI AKHIR JAGAL juga berperan banyak terhadap tingkat penyusutan bobot ternak tersebut, apalagi jika begitu tiba di lokasi kota tujuan, ternak tidak langsung dipotong alias nginep beberapa hari, bisa-bisa karena treatment pola makan yang berbeda, penyusutan bobotnya akan tambah banyak lagi.. Ini pengalaman PeternakanSaKaDo saat tahun kemarin buka lapak Qurban di depan TAMAN TEKNO BSD dimana seminggu sebelum hari-H sapi sudah pada mejeng di tepi jalan, dan walhasil 1-2 hari menjelang qurban malah keliatan jadi pada kurus-kurus..
"Point of Interconnection (POI) atau Titik interkoneksi adalah titik atau lokasi dimana terjadi interkoneksi secara fisik, dan merupakan batas bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan yang satu dari bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa yang lain, yang merupakan titik batas wewenang dan tanggung jawab mengenai penyediaan, pengelolaan dan pemeliharaan jaringan"
Untunglah Sang Rektor SaKaDo_Academy, pa Kosim bisa memetik pengalaman dari "Tetangga Kandang Sebelah" sehingga untuk kepentingan pemasaran sapi PAKET UJI NYALI langsung di lakukan Study Tour penjajagan ke RPH Kadipaten

Disisi lain , ternyata faktor harga daging pun antara di Ndeso dengan di Kota Metropolitan ternyata tidak berbeda jauh.. paling selisih Rp3-5rb/kg dalam sistem karkas atau malah bisa jadi lebih murah karena di perkotaan jatah daging impor nya lebih kencang

Walhasil dengan resiko susut dan harga yang kadang lebih murah, justru lebih aman sang ternak di jual di "kampung halaman sendiri". Tinggal bagaimana caranya kita bisa meningkatkan pola komsumsi masyarakat lokal agar lebih banyak mengkomsumsi perdagingan, misalnya "sedikit kongkalikong" dgn pemda setempat melalui PerDa Gerakan Puasa Makan Nasi Tiap Hari Senin-Jumat.... dan gantinya wajib MAKAN BASO SAPI.. hehehehehe. Biarpun PerDa nya gagal, minimal dari Study Tour minggu ini pa Kosim jadi menguasai seluk beluk mekanisme jual via RPH yang dikelola resmi dinas peternakan setempat......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar